Thursday, December 15, 2011

Makalah Pendidikan Keluarbiasaan

Mata Kuliah : Pendidikan Luar Biasa



HAKIKAT KELUARBIASAAN
&
HAKIKAT PELAYANAN BAGI
ANAK LUAR BIASA (ALB)
 
 
BAB I
PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pendidikan Luar Biasa mengalami perkembangan sangat pesat dalam beberapa dasa warsa terakhir. Perkembangan terjadi dalam berbagai aspek, termasuk definisi dan peristilahan, kriteria seleksi, sistem layanan, pembelajaran, asesmen, dan juga pada tehnologi adaptif, sarana dan prasarana penunjang bagi anak berkebutuhan khusus. Dalam hal definisi dan peristilahan, cakupan anak berkebutuhan khusus (ABK) terlihat semakin luas, dari yang semula hanya meliputi anak – anak penyandang kelainan yang mencolok dan secara signifikan jauh berbeda dari anak-anak normal, menjadi semua anak yang memang memerlukan layanan khusus untuk dapat mengikuti pembelajaran bersama teman sebayanya. Dalam hal sistem penempatan, berbagai alternatif semakin tersedia, dari lingkungan yang sepenuhnya segregatif (paling terbatas / terikat) sampai yang sepenuhnya inklusif. Dalam hal asesmen, tuntutan layanan asesmen yang komprehensif, kontinu dan tidak diskriminatif semakin tinggi. Demikian juga, berbagai teknologi semakin tersedia yang dapat dimanfaatkan oleh ABK. Berbagai perkembangan tersebut tidak terlepas dari perkembangan eksternal, seperti jaminan memperoleh hak pendidikan bagi setiap anak dan perkembangan ilmu dan teknologi.
Perkembangan pesat tersebut di atas berpengaruh terhadap strategi pengelolaan kurikulum / materi pembelajaran dan proses pembelajaran. Kebijakan standarisasi semua aspek pendidikan menuntut kurikulum yang standar bagi sekolah, termasuk bagi peserta didik berkebutuhan khusus. Sebaliknya, kecenderungan peningkatan perhatian atas perbedaan individu peserta didik lebih menuntut kurikulum fleksibel dan individual. Pembelajaran yang semula berfokus pada guru semakin bergeser ke arah learner centered learning, yang memungkinkan peserta didik memanfaatkan berbagai sumber belajar dengan pergeseran peran guru ke arah sebagai fasilitator belajar. Perubahan dan perkembangan ini perlu difahami oleh semua pihak yang terlibat dalam pendidikan dan pembelajaran, baik dalam konteks pendidikan umum/regular maupun dalam konteks pendidikan khusus.


B. RUMUSAN MASALAH
Dari latarbelakang yang terbentuk penulis merumuskan masalah yaitu :
a. Apa definisi, jenis, penyebab dan dampak keluarbiasaan ?
b. Pelayanan seperti apa yang akan diberikan kepada penyandang keluarbiasaan?
c. Apa kebutuhan dan kewajiban bagi penyandang keluarbiasaan ?
d. Apa definisi pelayanan dan makna dari pelayanan bagi penyandang keluarbiasaan?
e. Bagaimana sejarahnya perkembangan layanan anak luar biasa ?






















BAB II
PEMBAHASAN



I.  HAKIKAT KELUARBIASAAN

A. Definisi Keluarbiasaan 
Keluarbiasaan merupakan kata benda yang berasal dari kata sifat luar biasa, yang dapat disejajarkan dengan kata exceptional dalam bahasa Inggris. Secara harfiah keluarbiasaan berarti menggambarkan sesuatu yang luar biasa, dapat berupa sesuatu yang sangat positif atau sebaliknya yang negatif. Anak yang luar biasa adalah anak yang mempunyai sesuatu yang luar biasa yang secara signifikan membedakannya dengan anak-anak seusia pada umumnya. Keluarbiasaan itu dapat berada di atas  rata-rata anak normal, dapat pula berada di bawah rata-rata anak normal. Pada anak luar biasa, kekurangan atau kelebihan atau yang sering disebut penyimpangan tersebut, menunjukkan perbedaan yang sangat jelas dengan anak-anak normal pada umumnya. Selanjutnya, keluarbiasaan atau penyimpangan tersebut berpengaruh terhadap layanan pendidikan agar anak dapat mengembangkan potensinya secara optimal.

B. Jenis-Jenis Keluarbiasaan
Kategori keluarbiasaan berdasarkan jenis penyimpangan, menurut Mulyono Abdulrachman (2000), kategorinya sebagai berikut :
1.    Kelompok yang mengalami penyimpangan dalam bidang intelektual, terdiri dari anak yang luar biasa cerdas (intellectually superior) dan anak yang tingkat kecerdasannya rendah atau yang disebut tunagrahita.
2.    Kelompok yang mengalami penyimpangan atau keluarbiasaan yang terjadi karena hambatan sensoris atau indera, terdiri dari anak tunanetra dan tunarungu.
3.    Kelompok anak yang mendapat kesulitan belajar dan gangguan komunikasi.
4.    Kelompok anak yang mengalami penyimpangan perilaku, yang terdiri dari anak tunalaras, dan penyandang gangguan emosi.
5.    Kelompok anak yang mempunyai keluarbiasaan/ penyimpangan ganda atau berat dan sering disebut tunaganda.

Kategori keluarbiasaan dilihat dari arah penyimpangan yaitu :
1.    Keluarbiasaan yang berada di atas normal, yaitu kondisi seseorang yang melebihi batas normal dalam bidang kemampuan. Anak yang mempunyai kelebihan ini disebut anak berbakat atau gifted and talented person.
2.    Keluarbiasan yang berada di bawah normal, yaitu tunanetra, tunarungu, tunadaksa, gangguan komunikasi, tunagrahita, tunalaras, berkesulitan belajar, dan tunaganda.

C. Penyebab Terjadinya Keluarbiasaan
Berdasarkan waktu terjadinya penyebab kelurbiasaan dapat dibagi menjadi tiga kategori seperti berikut.
a.       Penyebab Prenatal, yaitu penyebab yang terjadi pada saat anak masih dalam kandungan. Pada saat ini mungkin sang ibu terserang virus, mengalami trauma, atau salah minum obat.
b.      Penyebab Perinatal, yaitu penyebab yang terjadi pada saat proses kelahiran, seperti terjadinya benturan atau infeksi ketika melahirkan, proses kelahiran dengan penyedotan, atau pemberian oksigen yang terlalu lama bagi anak premature
c.       Penyebab Postnatal, yaitu penyebab yang muncul setelah kelahiran, misalnya kecelakaan, jatuh atau kena penyakit tertentu.


D. Dampak Keluarbiasaan
Dampak keluarbiasaan sangat bervariasi, baik bagi anak, keluarga/orang tua, maupun masyarakat.
a.  Dampak Keluarbiasaan Bagi Anak ALB
Keluarbiasaan di atas normal dapat berdampak positif maupun negatif bagai anak. Mereka akan merasa bangga dengan keluarbiasaan yang dimilikinya, tetapi keluarbiasaan tersebut akan menjadi masalah kalau menyebabkan ia sombong dan merasa superior. Anak berbakat juga akan menghadapi masalah apabila ia terpaksa hidup diantara orang dewasa, sementara ia masih merasa sebagai anak-anak. Sebaliknya, bagi anak yang mempunyai keluarbiasaan di bawah normal, pada umumnya akan terhambat perkembangannya, kecuali jika ia mendapat pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan. Dampak spesifik juga dapat terjadi terhadap anak luar biasa, misalnya penderita tunarungu akan mendapat hambatan dalam berkomunikasi, anak tunanetra mendapat hambatan dalam mobilitas, anak tunagrahita akan mendapat hambatan dalam banyak hal. Tingkat keluarbiasaan juga menghasilkan dampak yang berbeda bagi anak. Anak yang menderita keluarbiasaan yang bersifat ringan mungkin masih mampu menolong diri sendiri. Makin parah tingkat keluarbiasaan, dampaknya bagi anak juga semakin parah.

b.  Dampak Keluarbiasaan bagi Keluarga
Dampak keluarbiasaan anak bagi keluarga bervariasi. Ada orang tua yang merasa terpukul, pasrah menerima keadaan dan ada pula yang acuh terhadap keluarbiasaan tersebut. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi reaksi/sikap keluarga terhadap keluarbiasaan antara lain : tingkat pendidikan, latar belakang budaya, status sosial ekonomi keluarga, dan juga jenis dan tingkat keluarbiasaan.

c.  Dampak Keluarbiasaan bagi Masyarakat
Sikap masyarakat terhadap keluarbiasaan mungkin juga akan bervariasi, tergantung dari dari latar belakang budaya dan tingkat pendidikan. Ada masyarakat yang bersimpati , ada yang acuh tak acuh, mungkin juga bersikap antipati.

E. Kebutuhan serta Hak dan Kewajiban Penyandang Keluarbiasaan
1.  Kebutuhan Penyandang Keluarbiasaan
Secara umum tidak terdapat perbedaan kebutuhan antara anak normal dengan anak luar biasa. Namun karena keluarbiasaannya itu ada kebutuhan-kebutuhan spesifik yang lebih dibutuhkan oleh anak luar biasa. Kebutuhan-kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan fisik/ kesehatan, kebutuhan sosial/emosional, dan kebutuhan pendidikan.

a.  Kebutuhan fisik/kesehatan
Kebutuhan fisik bagi penyandang keluarbiasaan akan terkait erat dengan jenis keluarbiasaannya. Bagi penyandang tunadaksa yang menggunakan kursi roda, akan membutuhkan sarana khusus untuk masuk ke gedung-gedung dengan jalan miring, sebagai pengganti tangga. Penyandang tunanetra perlu tongkat dan penyandang tunarungu mungkin memerlukan alat alat bantu dengar.
Berbagai layanan khusus di bidang kesehatan diperlukan bagi para penyandang keluarbiasaan. Layanan tersebut antara lain : physical therapy dan occupational therapy, yang keduanya berkaitan erat dengan keterampilan gerak (motor skills), dan speech theraphy atau bina wicara bagi para tunarungu. Para ahli yang terlibat dalam menangani kesehatan para penyandang keluarbiasaan terdiri dari dokter umum, dokter gigi, ahli physical theraphy dan ahli occupational theraphy, ahli gizi, ahli bedah tulang, ahli THT, dokter spesialis mata dan perawat.

b.  Kebutuhan sosial/emosional
Karena keluarbiasaan yang disandangnya, kebutuhan yang diperlukan kadang-kadang sulit dipenuhi. Berbagai kondisi/ keterampilan seperti mencari teman, memasuki masa remaja, mencari kerja, perkawinan, kehidupan seksual, dan membesarkan anak merupakan kondisi yang menimbulkan masalah bagi penyandang keluarbiasaan. Oleh karena itu bantuan para pekerja sosial , para psikolog, dan ahli bimbingan juga dibutuhkan oleh para keluarga.

c.  Kebutuhan Pendidikan
Jenis pendidikan yang diperlukan sangat terkait dengan keluar-biasaan yang disandangnya. Secara khusus, penyandang tunarungu memerlukan bina persepsi bunyi yang diberikan oleh speech therapist, tunanetra memerlukan bimbingan khusus dalam mobilitas dan huruf Braille, dan tunagrahita memerlukan bimbingan keterampilan hidup.

2.  Hak Keluarbiasaan
Tidak ada perbedaan hak antara penyandang keluarbiasaan dibandingkan dengan anak normal, terutama dalam bidang pendidikan. Dalam pasal 31 UUD 45 disebutkan bahwa semua warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Ketentuan dalam pasal tersebut diatur lebih lanjut pada pasal 6 dan pasal 8 UU No.2/Tahun 1989, dalam Bab III, yang berbunyi:
Pasal 6
Setiap warga negara berhak atas kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengikuti pendidikan agar memperoleh pengetahuan , kemampuan dan keterampilan yang sekurang-kurangnya setara dengan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan tamatan pendidikan dasar.
Pasal 8
1.    Warga negara yang memiliki kelainan fisik dan/atau mental berhak memperoleh pendidikan luar biasa.
2.    Warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus.

Dari dua pasal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa anak luar biasa berhak atas pendidikan sampai tamatan SMP.
Pendidikan anak luar biasa disamping dijamin oleh UUD 45, secara internasional juga tercantum dalam Deklarasi Umum Hak-Hak Kemanusiaan 1948 (The 1948 Universal Declaration of Human Right) yang diperbaharui pada Konferensi Dunia tentang Pendidikan Untuk Semua (Educational For All). Konferensi tersebut juga menyepakati suatu kerangka kerja untuk Pendidikan Anak Luar Biasa yang dapat dijadikan pegangan bagi setiap negara dalam penyelenggaraan Pendidikan Luar Biasa.

Dalam kerangka kerja tersebut disebutkan bahwa :
a.    Setiap anak mempunyai hak yang fundamental untuk mendapatkan pendidikan, dan harus diberi kesempatan untuk mencapai dan memelihara tahap belajar yang dapat diterimanya;
b.    Setiap anak punya karakteristik, minat, kemampuan, dan kebutuhan yang unik;
c.    Sistem pendidikan harus dirancang dan program pendidikan diimplementasikan dengan mempertimbangkan perbedaan yang besar dalam karakteristik dan kebutuhan anak;
d.   Mereka yang mempunyai kebutuhan belajar khusus (anak luar biasa) harus mempunyai akses ke sekolah biasa yang seyogyanya menerima mereka dalam suasana pendidikan yang berfokus pada anak sehingga mampu memenuhi kebutuhan mereka, serta
e.    Sekolah biasa dengan orientasi inklusif (terpadu) ini merupakan sarana paling efektif untuk melawan sikap deskriminatif, menciptakan masyarakat yang mau menerima kedatangan anak luar biasa, membangun masyarakat yang utuh terpadu dan mencapai pendidikan untuk semua, dan lebih-lebih lagi sekolah biasa dapat menyediakan pendidikan yang efektif bagi mayoritas anak-anak serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas biaya bagi seluruh sistem pendidikan.
II. HAKIKAT PELAYANAN BAGI ANAK LUAR BIASA
A. Definisi Pelayanan
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, pelayanan memiliki tiga makna, (1) perihal atau cara melayani; (2) usaha melayani kebutuhan orang lain dengan memperoleh imbalan (uang); (3) kemudahan yang diberikan sehubungan dengan jual beli barang atau jasa.

B. Makna dan Jenis Pelayanan bagi Anak Luar Biasa
Bagi penyandang keluarbiasaan, layanan mempunyai makna yang cukup besar karena memang mereka memerlukan pelayanan ekstra, yang berbeda dari layanan yang diberikan kepada orang-orang yang tidak menyandang keluarbiasaan.
Sesuai dengan kebutuhan para penyandang keluarbiasaan ada jenis pelayanan dapat dibedakan menjadi 3 kategori yaitu :
1.      Layanan yang berkaitan dengan bidang kesehatan dan fisik, seperti kebutuhan yang berkaitan dengan koordinasi gerakan anggota tubuh dan berbagai jenis gangguan kesehatan.
2.      Layanan yang berkaitan dengan kebutuhan emosional sosial seperti kebutuhan yang berkaitan dengan konsep diri, penyesuaian diri terhadap lingkungan.
3.      Layanan yang berkaitan dengan kebutuhan pendidikan yang merupakan kebutuhan terbesar para penyandang keluarbiasaan.

Ketiga jenis pelayanan di atas tentu sangat bermakna bagi ALB karena tanpa tersedianya layanan tersebut, para ALB kemungkinan besar tidak akan mampu mengembangkan potensinya secara optimal. Oleh karena itu pelayanan bagi ALB merupakan kebutuhan dasar yang seyogyanya disediakan oleh negara dan masyarakat.

C. Sejarah Perkembangan Layanan Pendidikan Luar Biasa (PLB)
Keberadaan para penyandang keluarbiasaan ditandai sejak zaman purba yang masih primitif, sampai zaman yang paling mutakhir, yang ditandai dengan kecanggihan teknologi. Pada awalnya, perlakuan terhadap para penyandang keluarbiasaan sangat menyedihkan. Karena pengaruh mistik dan berbagai kepercayaan, para penyandang keluarbiasaan dikucilkan, bahkan ada yang dimusnahkan ketika masih bayi. Layanan terhadap penyandang keluarbiasaan dapat ditelusuri mulai abad ke-16, ketika di Spanyol seorang anak tuna rungu sejak lahir berhasil dididik. Di Amerika layanan ini baru mulai pada tahun 1817, dan di Indonesia dapat ditelusuri mulai tahun 1901.
Penyediaan layanan bagi ALB di Indonesia tidak semaju di negara lain. Namun, perhatian masyarakat dan pemerintah makin lama makin besar, sehingga berbagai sekolah untuk ALB mulai didirikan. Perkembangan yang menggembirakan dari jumlah sekolah dan jumlah siswa merupakan pertanda meningkatnya pelayanan bagi ALB. Meskipun peran swasta sangat besar dalam penyediaan layanan bagi ALB, namun perhatian pemerintah juga terus meningkat. Menjelang tahun 90-an. perhatian juga ditujukan untuk membantu ALB yang ada di sekolah biasa. Perhatian ini terwujud dalam berbagai penelitian tentang keberadaan ALB dan berbagai program pelatihan untuk membantu ALB yang berada di sekolah biasa. khususnya para penyandang kesulitan belajar.

D. Berbagai Bentuk dan Jenis Layanan bagi Anak Luar Biasa (ALB)
Dalam PLB dikenal dua bentuk layanan yang sampai kini masih menimbulkan silang pendapat, yaitu layanan terpisah (segregasi) dan layanan terpadu (integrasi). Layanan segregasi mendidik ALB secara terpisah dari anak norrnal, sedangkan layanan integrasi mendidik ALB di sekolah biasa bersama anak normal. Kedua bentuk layanan ini mempunyai kekuatan dan kelemahan masing-masing. Di antara layanan integrasi dan segregasi penuh dapat dikem-bangkan berbagai jenis layanan dengan tingkat segregasi dan integrasi yang bervariasi. Dalam kondisi tertentu, integrasi dapat berupa integrasi fisik, integrasi sosial, dan integrasi yang paling kompleks yaitu integrasi dalam pembelajaran.
Model atau jenis pelayanan yang dapat disediakan bagi ALB adalah: (1) sekolah biasa. (2) sekolah biasa dengan guru konsultan, (3) sekolah biasa dengan guru kunjung (4) sekolah biasa dengan ruang sumber (5) model kelas khusus. (6) model sekolah khusus, dan (7) model panti asuhan/rehabilitasi.
Pendekatan kolaboratif dalam pelayanan ALB berasumsi bahwa layanan terhadap ALB akan menjadi lebih efektif jika dilakukan oleh satu tim yang berasal dari berbagai bidang keahlian, yang bekerja sama dalam memenuhi kebutuhan ALB. Dalam menangani ALB yang ada di sekolah biasa, guru dapat berkolaborasi dengan teman sejawat, kepala sekolah, dan orang tua siswa.



BAB III
PENUTUP


Keluarbiasaan merupakan kata benda yang berasal dari kata sifat luar biasa, yang dapat disejajarkan dengan kata exceptional dalam bahasa Inggris. Secara harfiah keluarbiasaan berarti menggambarkan sesuatu yang luar biasa, dapat berupa sesuatu yang sangat positif atau sebaliknya yang negatif. Anak yang luar biasa adalah anak yang mempunyai sesuatu yang luar biasa yang secara signifikan membedakannya dengan anak-anak seusia pada umumnya. Keluarbiasaan itu dapat berada di atas  rata-rata anak normal, dapat pula berada di bawah rata-rata anak normal. Pada anak luar biasa, kekurangan atau kelebihan atau yang sering disebut penyimpangan tersebut, menunjukkan perbedaan yang sangat jelas dengan anak-anak normal pada umumnya. Selanjutnya, keluarbiasaan atau penyimpangan tersebut berpengaruh terhadap layanan pendidikan agar anak dapat mengembangkan potensinya secara optimal.

Penyediaan layanan bagi ALB di Indonesia tidak semaju di negara lain. Namun, perhatian masyarakat dan pemerintah makin lama makin besar, sehingga berbagai sekolah untuk ALB mulai didirikan. Perkembangan yang menggembirakan dari jumlah sekolah dan jumlah siswa merupakan pertanda meningkatnya pelayanan bagi ALB. Meskipun peran swasta sangat besar dalam penyediaan layanan bagi ALB, namun perhatian pemerintah juga terus meningkat. Menjelang tahun 90-an. perhatian juga ditujukan untuk membantu ALB yang ada di sekolah biasa. Perhatian ini terwujud dalam berbagai penelitian tentang keberadaan ALB dan berbagai program pelatihan untuk membantu ALB yang berada di sekolah biasa. khususnya para penyandang kesulitan belajar.






DAFTAR PUSTAKA



Wardani, dkk. 2011. Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta : Universitas terbuka.





 

No comments:

Post a Comment

Silahkan tinggalkan komentar anda di bawah ini. No Spam ! No Sara !