Hal penting yang harus dipahami dalam rangka membahas masalah perempuan adalah membedakan antara konsep seks dan gender. Kedua konsep ini sering tumpang tindih satu sama lain karena dianggap sebagai suatu hal yang sama. Hal ini terlihat jelas dalam kamus bahasa Indonesia yang tidak secara jelas membedakan pengertian kata sex dan gender. Fakih (2008) menerangkan kedua konsep satu-persatu, pertama pengertian jenis kelamin adalah pembagian atau pemberian sifat dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Misalnya, laki-laki adalah manusia yang memiliki penis dan memproduksi sperma sedangkan perempuan memiliki alat reproduksi seperti rahim dan memproduksi sel telur. Alat-alat tersebut secara biologis telah melekat pada manusia jenis laki-laki dan perempuan selamanya, sehingga tidak bisa dipertukarkan satu sama lain. Secara permanen tidak berubah dan merupakan ketentuan biologis atau merupakan kodrat dari Tuhan.
Konsep lain yaitu gender adalah suatu sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya, perempuan terkenal lemah lembut, emosional dan keibuan, sedangkan laki-laki terkenal kuat, rasional, jantan dan perkasa. Ciri dari sifat antara laki-laki dan perempuan tersebut dapat dipertukarkan satu sama lain. Hal ini berarti suatu hal yang bisa terjadi jika laki-laki memiliki sifat lemah lembut dan emosional serta pada perempuan memiliki sifat sebaliknya. Semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat laki-laki dan perempuan, yang bisa berubah dari waktu ke waktu serta berbeda dari satu tempat ke tempat lain, maupun berbeda dari satu kelas ke kelas lain, itulah yang dikenal dengan konsep gender (Fakih, 2008).
Perbedaan gender sebenarnya bukan suatu masalah sepanjang perbedaan itu tidak melahirkan ketidakadilan gender. Ternyata banyak terjadi ketidakadilan bagi kaum laki-laki maupun perempuan. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur dimana kaum laki-laki atau perempuan menjadi korban atas sistem tersebut (Fakih, 2008). Pemahaman tentang ketidakadilan gender dapat diperdalam melalui manifestasi yang ada. Manifestasi ketidakadilan gender yaitu marginalisasi yang berarti pemiskinan ekonomi, subordinasi yang berarti anggapan tidak penting dalam keputusan politik, stereotipe yang berarti pembentukan pola pikir negatif, kekerasan, beban kerja lebih panjang, serta sosialisasi ideologi nilai peran gender.
Terkait dalam hal pekerjaan perempuan di sektor produktif serta pola pengambilan keputusan dalam keluarga perempuan bekerja terdapat singgungan dengan stereotipe dan beban kerja mengenai masalah manifestasi ketidakadilan gender. Beban kerja memiliki keterkaitan dengan masalah tanggung jawab penuh para perempuan terhadap pekerjaan domestik rumahtangga, sekalipun perempuan itu bekerja di sektor publik. Stereotipe memiliki keterkaitan dengan sifat perempuan yang emosional sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin. Berhubungan dengan keputusan dalam rumahtangga, para istri kebanyakan hanya menuruti apa perkataan suami karena keputusan-keputusan penting dalam keluarga sekalipun dilakukan dengan diskusi antara suami dan istri, peran suami cenderung lebih besar.
Keinginan kuat perempuan yang tidak hanya selalu berurusan dengan sektor domestik atau rumahtangga ternyata mendapat perhatian dari pembangunan yang pada akhirnya memperhatikan masalah gender. Pada awalnya pembangunan berusaha menjawab masalah kemiskinan dan keterbelakangan bangsa-bangsa di Dunia Ketiga, namun semakin lama semakin terlihat bahwa pembangunanlah yang mengakibatkan keterbelakangan kaum perempuan.
Konsep lain yaitu gender adalah suatu sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya, perempuan terkenal lemah lembut, emosional dan keibuan, sedangkan laki-laki terkenal kuat, rasional, jantan dan perkasa. Ciri dari sifat antara laki-laki dan perempuan tersebut dapat dipertukarkan satu sama lain. Hal ini berarti suatu hal yang bisa terjadi jika laki-laki memiliki sifat lemah lembut dan emosional serta pada perempuan memiliki sifat sebaliknya. Semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat laki-laki dan perempuan, yang bisa berubah dari waktu ke waktu serta berbeda dari satu tempat ke tempat lain, maupun berbeda dari satu kelas ke kelas lain, itulah yang dikenal dengan konsep gender (Fakih, 2008).
Perbedaan gender sebenarnya bukan suatu masalah sepanjang perbedaan itu tidak melahirkan ketidakadilan gender. Ternyata banyak terjadi ketidakadilan bagi kaum laki-laki maupun perempuan. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur dimana kaum laki-laki atau perempuan menjadi korban atas sistem tersebut (Fakih, 2008). Pemahaman tentang ketidakadilan gender dapat diperdalam melalui manifestasi yang ada. Manifestasi ketidakadilan gender yaitu marginalisasi yang berarti pemiskinan ekonomi, subordinasi yang berarti anggapan tidak penting dalam keputusan politik, stereotipe yang berarti pembentukan pola pikir negatif, kekerasan, beban kerja lebih panjang, serta sosialisasi ideologi nilai peran gender.
Terkait dalam hal pekerjaan perempuan di sektor produktif serta pola pengambilan keputusan dalam keluarga perempuan bekerja terdapat singgungan dengan stereotipe dan beban kerja mengenai masalah manifestasi ketidakadilan gender. Beban kerja memiliki keterkaitan dengan masalah tanggung jawab penuh para perempuan terhadap pekerjaan domestik rumahtangga, sekalipun perempuan itu bekerja di sektor publik. Stereotipe memiliki keterkaitan dengan sifat perempuan yang emosional sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin. Berhubungan dengan keputusan dalam rumahtangga, para istri kebanyakan hanya menuruti apa perkataan suami karena keputusan-keputusan penting dalam keluarga sekalipun dilakukan dengan diskusi antara suami dan istri, peran suami cenderung lebih besar.
Keinginan kuat perempuan yang tidak hanya selalu berurusan dengan sektor domestik atau rumahtangga ternyata mendapat perhatian dari pembangunan yang pada akhirnya memperhatikan masalah gender. Pada awalnya pembangunan berusaha menjawab masalah kemiskinan dan keterbelakangan bangsa-bangsa di Dunia Ketiga, namun semakin lama semakin terlihat bahwa pembangunanlah yang mengakibatkan keterbelakangan kaum perempuan.
No comments:
Post a Comment
Silahkan tinggalkan komentar anda di bawah ini. No Spam ! No Sara !