Friday, March 28, 2014

Kebudayaan Kemiskinan



Pada bagian ini, memusatkan perhatian pada pendekatan kebudayaan dalam memahami kemiskinan : Pertama, membicarakan satu langkah lebih lanjut konsepsinya; Kedua, mengangkat contoh-contoh yang tengah terjadi di tanah air; dan Ketiga, implikasinya terhadap posisi bangsa kita di dunia internasional.
Pendekatan kebudayaan mengenai kemiskinan secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut. Oscar Lewis (1996) memperkenalkan konsep kebudayaan kemiskinan bahwasannya “perilaku orang miskin itu normatif dan dapat ditransmisikan melalui sosialisasi, sehingga menjadi cara hidup yang khas, yang dikembangkan oleh stratum terbawah masyarakat kapitalistik dalam upaya merespon kondisi deprivasi ekonomi yang senjang”.
Pengertian kebudayaan kemiskinan di atas dibangun atas dasar: Pertama, orang miskin diasumsikan sebagai kolektif, komunitas, atau masyarakat yang merupakan satuan sosial yang diskret atau culturally distinctive. Dalam pengertian ini maka kebudayaan kemiskinan sebagai sistem budaya, dan kemiskinan adalah shared, relevan dalam konteks ini; Kedua, sistem budaya kemiskinan ini khas karena berbeda dari kolektif atau masyarakat lain yang tidak miskin. Ketiga, sebagai cara hidup kemiskinan berfungsi mengembangkan seperangkat coping mechanism yang dapat menimbulkan konsekuensi-konsekuensi negatif menurut pandangan orang luar .
Dua contoh di bawah ini dapat menggambarkan bekerjanya konsep kebudayaan kemiskinan tersebut :
a.       Di pedesaan masa lampau, sebagaimana dicatat oleh Geertz, gejala tanah pertanian di Jawa yang dibagi semakin lama semakin kecil dari generasi orang tua ke anak-anak mereka. Meski bagian lahan semakin mengecil, namun bagian itu selalu mampu menampung dan menyandang beban berat kebutuhan para petani agar tetap hidup.
b.      Kemiskinan kolektif menyebabkan perlunya pengorganisasian warga miskin secara meluas untuk memastikan bahwa setiap orang memperoleh bagian (rezeki) secara adil. Inilah pada prinsipnya fungsi gotong royong yang merupakan tradisi budaya yang juga ditemukan secara luas di tanah air. Organisasi dalam masyarakat kita menjadi sangat gemuk, lamban, dan tidak efisien. Penyelesaian suatu persoalan justru menjadi lambat karena begitu panjang rantai birokrasi yang harus dilalui.
Apabila kemiskinan (kebudayaan kemiskinan) belum bisa kita tanggulangi, kemampuan kita bersaing dalam di internasional sangat sulit kita tingkatkan.

No comments:

Post a Comment

Silahkan tinggalkan komentar anda di bawah ini. No Spam ! No Sara !