Pada
bagian ini, memusatkan perhatian pada pendekatan kebudayaan dalam memahami
kemiskinan : Pertama, membicarakan satu langkah lebih lanjut konsepsinya;
Kedua, mengangkat contoh-contoh yang tengah terjadi di tanah air; dan Ketiga,
implikasinya terhadap posisi bangsa kita di dunia internasional.
Pendekatan
kebudayaan mengenai kemiskinan secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut.
Oscar Lewis (1996) memperkenalkan konsep kebudayaan kemiskinan bahwasannya
“perilaku orang miskin itu normatif dan dapat ditransmisikan melalui
sosialisasi, sehingga menjadi cara hidup yang khas, yang dikembangkan oleh
stratum terbawah masyarakat kapitalistik dalam upaya merespon kondisi deprivasi
ekonomi yang senjang”.
Pengertian
kebudayaan kemiskinan di atas dibangun atas dasar: Pertama, orang miskin
diasumsikan sebagai kolektif, komunitas, atau masyarakat yang merupakan satuan
sosial yang diskret atau culturally
distinctive. Dalam pengertian ini maka kebudayaan kemiskinan sebagai sistem
budaya, dan kemiskinan adalah shared,
relevan dalam konteks ini; Kedua, sistem budaya kemiskinan ini khas karena
berbeda dari kolektif atau masyarakat lain yang tidak miskin. Ketiga, sebagai
cara hidup kemiskinan berfungsi mengembangkan seperangkat coping mechanism yang dapat menimbulkan konsekuensi-konsekuensi
negatif menurut pandangan orang luar .
Dua
contoh di bawah ini dapat menggambarkan bekerjanya konsep kebudayaan kemiskinan
tersebut :
a. Di
pedesaan masa lampau, sebagaimana dicatat oleh Geertz, gejala tanah pertanian
di Jawa yang dibagi semakin lama semakin kecil dari generasi orang tua ke
anak-anak mereka. Meski bagian lahan semakin mengecil, namun bagian itu selalu
mampu menampung dan menyandang beban berat kebutuhan para petani agar tetap
hidup.
b. Kemiskinan
kolektif menyebabkan perlunya pengorganisasian warga miskin secara meluas untuk
memastikan bahwa setiap orang memperoleh bagian (rezeki) secara adil. Inilah
pada prinsipnya fungsi gotong royong yang merupakan tradisi budaya yang juga
ditemukan secara luas di tanah air. Organisasi dalam masyarakat kita menjadi
sangat gemuk, lamban, dan tidak efisien. Penyelesaian suatu persoalan justru
menjadi lambat karena begitu panjang rantai birokrasi yang harus dilalui.
Apabila
kemiskinan (kebudayaan kemiskinan) belum bisa kita tanggulangi, kemampuan kita
bersaing dalam di internasional sangat sulit kita tingkatkan.