RESUME
“DISKRIMINASI TERHADAP MINORITAS MASIH
MERUPAKAN MASALAH AKTUAL DI INDONESIA SEHINGGA PERLU
DITANGGULANGI SEGERA”
Menurut Theodorson &
Theodorson, (1979: 115-116): Diskriminasi adalah perlakuan yang tidak seimbang
terhadap perorangan, atau kelompok, berdasarkan sesuatu, biasanya bersifat
kategorikal, atau atribut-atribut khas, seperti berdasarkan ras, kesukubangsaan,
agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial. Istilah tersebut biasanya akan
untuk melukiskan, suatu tindakan dari pihak mayoritas yang dominan dalam hubungannya
dengan minoritas yang lemah, sehingga dapat dikatakan bahwa perilaku mereka itu
bersifat tidak bermoral dan tidak demokrasi.
Menurut Theodorson & Theodorson
( 1979: 258-259), kelompok minoritas [minority groups] adalah
kelompok-kelompok yang diakui berdasarkan perbedaan ras, agama, atau suku
bangsa, yang mengalami kerugian sebagai akibat prasangka [prejudice]
atau diskriminasi istilah ini pada umumnya dipergunakan bukanlah sebuah
istilah teknis, dan malahan, ia sering dipergunakan untuk menunjukan pada
kategori perorangan, dari pada kelompok-kelompok. Dan seringkali juga
kepada kelompak mayoritas daripada kelompok minoritas. Sebagai contoh,
meskipun kaum wanita bukan tergolong suatu kelompok (lebih tepat
kategori masyarakat), atau pun suatu minoritas, yang oleh beberapa penulis
sering digolongkan sebagai kelompok minoritas, karena biasanya dalam
masyarakat, yang berorientasi pada pria/male chauvinism, sejak
jaman Nabi Adam telah didiskriminasikan sebaliknya, sekelompok orang,
yang termasuk telah memperoleh hak-hak istimewa [privileged] atau
tidak didiskriminasikan, tetapi tergolong minoritas secara kuantitatif, tidak
dapat digolongkan ke dalam kelompok minoritas. Oleh karenannya istilah
minoritas tidak termasuk semua kelompok, yang berjumlah kecil, namun
dominan dalam politik. Akibatnya istilah kelompok minoritas hanya
ditujukankepada mereka, yang oleh sebagian besar penduduk masyarakat
dapat di jadikan obyek prasangka atau diskriminasi.
Di dalam makalah ini memfokuskan
diri pada diskriminasi terhadap kelompok-kelompok minoritas yang ada di
Republik Indonesia. Kelompok minoritas tersebut dapat berupa suku bangsa
(etnis), kelompok agama, dan kelompok gender [gender] seperti kaum
perempuan dan kaum homo seksual (baik gay maupun lesbian).
Sebagai contoh misalnya orang
Tionghoa di Indonesia bersama-sama dengan orang Arab, India, pada masa Kolonial
Belanda digolongkan sebagai golongan Timur Asing, kemudian pada-masa
Kemerdekaan mereka semuanya apabila mau mengakui Indonesia sebagai tanah
airnya, dan serta pada negara R.I. dapat dianggap sebagai Warga Negara Indonesia. (lihat UUD 45, Bab X,
pasal 26, ayat 1). Namun perlakuannya terhadap mereka ada perbedaan. Bagi
keturunan Arab, karena agamanya sama dengan yang dipeluk suku bangsa mayoritas
Indonesia, maka mereka dianggap "Pri" [Pribumi] atau bahkan “Asli”,
sedangkan keturunan Tionghoa, karena agamanya pada umumnya adalah Tri Dharma
(Sam Kao), Budis, Nasrani dan lain-lain. Keturunan India yang beragama Hindu
dan Belanda yang beragama Nasrani, dianggap “Non Pri”. Dengan stikma "Non
Pri" tersebut kedudukan mereka yang bukan “pribumi”, terutama keturunan Tionghoa
terasa sekali pendiskriminasiannya.
Memang dalam kenyataan akibat dari
politik asimilasi tersebut, orang keturunan Tionghoa oleh para anti Cina malah lebih
didiskriminasikan, Buktinya setelah tukar nama, orang keturunan Tionghoa masih
tetap dianggap "Cina". Penyebabnya adalah stereotip yang tetap
melekat pada mereka, bahkan diperkuat dengan hukum, untuk didiskrirninasi, seperti
diperas, jika hendak mengurus surat di kantor-kantor pemerintah. Mereka didiskriminasi
jika mau masuk ke sekolah negeri. Di Universitas negeri mereka yang lulus UMPTN
tidak diterima, setelah terlihat pada pas fotonya, karena raut mukanya berciri
ras mongoloid Asia Timur. Demikian juga jika mereka mau masuk ke AKABRI.
Setelah masa Reformasi perlakuan semacam itu masih terus berlaku sampai
sekarang. Memang sifatsifat stereotip pada orang Tionghoa, sukar sekali
dihapuskan, terutama bagi pejabatpejabat yang hendak memeras. Karena bagi mereka
orang Tionghoa itu kaya, sehingga dapat dijadikan sumber keuangan mereka, yang
sebagai pegawai negeri gaji bulanannya memang sangat tidak memadai, untuk dapat
hidup sebagai layaknya manusia dari negara yang menjunjung tinggi HAM. Walaupun
sejak pemerintahan Habibie, orang dari suku bangsa Tionghoa jika mau sekolah,
berdagang, membuat paspor, KTP, masih ada yang diminta mempertunjukan Surat
Bukti Kewarganegaran Indonesia (SBKI).
Peraturan-peraturan bersifat
diskriminasi yang diwariskan mengenai suku bangsa Tionghoa dari ORDE BARU masih
banyak, dan sukar untuk dapat dihapuskan, karena menurut Menteri Kehakiman dan
HAM, kedudukan peraturan-peraturan yang dikeluarkan pemerintah-pemerintah masa
Reformasi, kedudukannya, kalah dengan yang dikeluarkan pemerintah Orde Baru.
Akibatnya dapat diremehkan oleh pejabat-pejabat golongan “Hitam” untuk tetap
memeras orang-orang yang memerlukan jasa dari mereka. Semua ini dapat terus
berlaku, karena sebagai suku bangsa yang minoritas, orang keturunan Tionghoa,
belum mempunyai kedudukan sosial, politik, dan hukum yang mantap dalam struktur
sosial masyarakat Indonesia (lihat Suparlan,1999). Oleh karenanya para pemimpin
mereka harus berjuang terus untuk menghapus peraturan-peraturan yang diskriminatif
itu, sehingga mereka tidak dijadikan kambing hitam, apabila terjadi pergolakan
sosial, politik maupun ekonomi, seperti masa-masa lalu.
ANALISIS
Diskriminasi
bisa terjadi tanpa adanya prasangka dan sebaliknya seseorang yang berprasangka
juga belum tentu akan mendiskriminasikan (Duffy & Wong, 1996). Akan tetapi
selalu terjadi kecenderungan kuat bahwa prasangka melahirkan
diskriminasi. Prasangka menjadi sebab diskriminasi manakala
digunakan sebagai rasionalisasi diskriminasi. Artinya prasangka yang dimiliki
terhadap kelompok tertentu menjadi alasan untuk mendiskriminasikan kelompok
tersebut.
Prasangka dan
Diskriminasi adalah dua hal yang ada relevansinya. Kedua tindakan tersebut
dapat merugikan pertumbuh-kembangan dan bahkan integrasi masyarakat. Prasangka
memiliki dasar pribadi, dimana setiap orang memilikinya sejak masih kecil,
unsur sikap bermusuhan sudah nampak. Suatu hal yang saling berkaitan, apabila
individu mempunyai prasangka dan biasanya bersifat diskriminatif terhadap ras
yang diprasangkanya. Tetapi yang bersikap diskriminatif tanpa didasari
prasangka. "Perbedaan pokok antara prasangka dan diskriminatif adalah
bahwa prasangka menunjukkan pada aspek sikap sedangkan diskriminatif pada
tindakan.
Diskriminasi terhadap kaum
minoritas di Indonesia masih merupakan masalah aktual. Hal ini seharusnya tidak
terjadi lagi, karena dalam masa reformasi ini telah diadakan Departemen
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, serta oleh pemerintah sejak masa Presiden
Habibie, Gusdur, hingga Megawati telah dikeluarkanbeberapa Inpres yang menghapuskan
peraturan-peraturan pemerintah sebelumnya khususnya ORDE BARU yang bersifat
diskriminatif terhadap kebudayaan minoritas, dalam arti adat istiadat, agama
dari beberapa suku bangsa minoritas di tanah air. Mengapa hal demikian dapat
terjadi terus, seakan-akan rakyat kita sudah tak patuh lagi dengan hukum yang
berlaku di negara kita. Untuk menjawab ini, tidak mudah karena penyebabnya
cukup rumit, sehingga harus ditinjau dari beberapa unsur kebudayaan, seperti
politik dan ekonomi. Dan juga psikologi dan folklornya.
Diskriminasi terhadap kaum
minoritas, khususnya suku bangsa Tionghoa masih aktual, dalam arti masih
berlangsung terus. Penyebabnya memang sebagian oleh seniman diskriminasi ras,
namun yang lebih tepat lagi adalah karena "fulus", yakni uang atau
dana, yang perlu diperoleh oleh oknum-oknum pejabat, baik sipil rnaupun
militer, selama gaji mereka sebagai pegawai negeri masih tetap tak memadai, dan
kelompok yang dapat dijadikan obyek pemerasan, sudah tentu adalah orang
Indonesia Tionghoa, yang berkat peraturan-peraturan hukum yang dikeluarkan
Pemerintah RI, dibuat menjadi tidak mantap dalarn struktur masyarakat Indonesia
sehingga dapat dilecehi tanpa mampu melawan.
Sumber :
Ø James, Danandjaja. 2003. Diskriminasi Terhadap Minoritas Masih Merupakan Masalah Actual Di
Indonesia Sehingga Perlu Ditanggulangi Segera. Link : http://www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/Diskriminasi%20terhadap%20minoritas%20-%20james%20danandjaja.pdf . Depok : Universitas Indonesia.
No comments:
Post a Comment
Silahkan tinggalkan komentar anda di bawah ini. No Spam ! No Sara !