HUBUNGAN
PENDIDIKAN DENGAN LINGKUNGAN SOSIAL
LINGKUNGAN
PENDIDIKAN
Lingkungan pendidikan merupakan lingkungan tempat
berlangsungnya proses pendidikan yang merupakan bagian dari lingkungan sosial.
Lingkungan pendidikan dibagi menjadi tiga yaitu:
1.
Lingkungan keluarga
Keluarga
merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama karena manusia pertama
kalinya memperoleh pendidikan di lingkungan ini sebelum mengenal lingkungan
yang lain. Selain itu manusia mengalami proses pendidikan sejak lahir bahkan
sejak dalam kandungan. Pendidikan keluarga dapat dibagi menjadi dua yaitu:
-
pendidikan prenatal (pendidikan dalam kandungan)
-
pendidikan postnatal (pendidikan setelah lahir)
Dasar
tanggung jawab keluarga terhadap pendidikan meliputi:
-
Motivasi cinta kasih yang menjiwai hubungan orangtua dengan anaknya.
-
Motivasi kewajiban moral orangtua terhadap anak.
-
Tanggung jawab sosial sebagai bagian dari keluarga.
2.
Lingkungan sekolah
Karena
perkembangan peradaban manusia, orang tidak mampu lagi untuk mendidik anaknya.
Pada masyarakat yang semakin komplek, anak perlu persiapan khusus untuk
mencapai masa dewasa. Persiapan ini perlu waktu, tempat dan proses yang khusus.
Dengan demikian orang perlu lembaga tertentu untuk menggantikan sebagian
fungsinya sebagai pendidik. Lembaga ini disebut sekolah.
Dasar
tanggung jawab sekolah akan pendidikan meliputi:
- tanggung jawab
formal kelembagaan
-
tanggung jawab keilmuan
-
tanggung jawab fungsional
3.
Lingkungan masyarakat
Ada
5 pranata sosial (social institutions) yang terdapat di dalam lingkungan
sosial yaitu:
-
pranata pendidikan =
bertugas dalam upaya sosialisasi
-
pranata ekonomi = bertugas mengatur
upaya pemenuhan kemakmuran
-
pranata politik =
bertugas menciptakan integritas dan stabilitas masyarakat
-
pranata teknologi = bertugas
menciptakan teknik untuk mempermudah manusia
- pranata moral dan etika
= bertugas mengurusi nilai dan penyikapan dalam pergaulan
masyarakat
HUBUNGAN
SEKOLAH DENGAN MASYARAKAT
1.
Hubungan transaksional antara sekolah dengan masyarakat
*
Sekolah sebagai partner masyarakat dalam melakukan fungsi pendidikan.
*
Sekolah sebagai produsen yang melayani pesanan-pesanan pendidikan dari
masyarakat.
Caranya:
·
aktivitas kurikuler para siswa (mengumpulkan bahan
pengajaran dari masyarakat, kegiatan pengabdian pada masyarakat, magang, dsb)
·
aktivitas para guru (kunjungan ke rumah siswa,
dll)
·
kegiatan ekstrakurikuler (melakukan kegiatan ekstrakurikuler
dengan melibatkan masyarakat)
·
kunjungan orangtua/anggota masyarakat ke sekolah (saat
kenaikan kelas, ultah sekolah, dsb)
·
melalui media massa (publikasi mengenai kegiatan sekolah
lewat televisi, dsb)
2.
Hubungan transmisif dan transformasif
Hubungan
transmisif terjadi manakala sekolah berperan sebagai pewarisan kebudayaan.
Hubungan transformasif terjadi manakala sekolah berperan sebagai agen pembaharu
dalam kebudayaan masyarakat.
Caranya:
· Reproduksi budaya :
Siswa diajarkan untuk menggali unsur-unsur budaya yang telah ada dalam
masyarakatnya.
· Difusi kebudayaan : Siswa
diajarkan agar dapat menyebarluaskan unsur-unsur yang dinilai positif dan belum
berkembang dalam masyarakatnya.
·
Berpikir kreatif : Berpikir
alternatif, berani “tampil beda”.
Lingkungan
masyarakat merupakan tempat berbaurnya semua komponen masyarakat, baik dari
agama, etnis keturunan, status ekonomi maupun status sosial. Pengaruh yang ada
di masyarakat dapat mempengaruhi anak terhadap dunia pendidikan. Dengan
demikian dalam pergaulan sehari-hari antara anak dengan anak dalam masyarakat
juga ada yang setaraf dan ada yang lebih lebih dewasa dalam bidang tertentu.
Dalam
bergaul anak harus memilah teman yang akan diajak bergaul, jangan sampai salah
memilih teman yang tiak beretika dan tidak sopan sesuai dengan norma yang ada
di masyarakat.
Kontrol dari masyarakat juga akan membantu dalam meningkatkan peran dan minat dalam berpendidikan. Tanpa adanya ikut serta maka mustahil pendidikan akan dapat berkembang. Sehingga antara orang tua dan masyarakat harus saling memberikan dukungan dan masukan sehingga dapat tercapai pendidikan sesuai dengan permintaan masyarakat. Seiring dengan peningkatan mutu pendidikan maka pendidikan harus menyesuaikan dengan permintaan masyarakat agar pendidikan dapat tercapai dan dapat meningkatkan SDM.
Kontrol dari masyarakat juga akan membantu dalam meningkatkan peran dan minat dalam berpendidikan. Tanpa adanya ikut serta maka mustahil pendidikan akan dapat berkembang. Sehingga antara orang tua dan masyarakat harus saling memberikan dukungan dan masukan sehingga dapat tercapai pendidikan sesuai dengan permintaan masyarakat. Seiring dengan peningkatan mutu pendidikan maka pendidikan harus menyesuaikan dengan permintaan masyarakat agar pendidikan dapat tercapai dan dapat meningkatkan SDM.
Pendidikan, Pengaruh lingkungan sosial, Tingkah laku
pada Pembentuk Moral Anak
Moral
dan karakter anak terbentuk dari berbagai macam pola. Diantaranya adalah
lingkungan disekitarnya. Berikut beberapa hal yang memperngaruhi pola, karakter
dan perilaku moral anak dari tiga lingkungan utama; lingkungan rumah,
lingkungan sekolah, dan lingkungan teman sebaya.
Lingkungan rumah
Perkembangan moral anak akan sangat dipengaruhi oleh
bagaimana lingkungan keluarganya. Karenaya, keharmonisan keluarga menjadi
sesuatu hal mutlak untuk diwujudkan, misalnya suasana ramah. Ketika keikhlasan,
kejujuran dan kerjasama kerap diperlihatkan oleh masing-masing anggota keluarga
dalam hidup mereka setiap hari, maka hampir bisa dipastikan hal yang sama juga
akan dilakukan anak bersangkutan.
Sebaliknya, anak akan sangat sulit menumbuhkan dan
membiasakan berbuat dan bertingkah laku laku baik manakala di dalam lingkungan
keluarga (sebagai ruang sosialasi terdekat, baik fisik maupun psikis) selalu
diliputi dengan pertikaian, pertengkaran, ketidakjujuran, kekerasan, baik dalam
hubungan sesama anggota keluarga ataupun dengan lingkungan sekitar rumah.
Demikian pula status sosio—ekonomi.
Status sosio-ekonomi, dalam banyak kasus menjadi sangat dominan pengaruhnya.
Ini sekaligus menjadi latar mengapa anak-anak tersebut memutuskan terjun ke
jalanan. Namun selain faktor tersebut (ekonomi), masih ada penyebab lain yang
juga akan sangat berpengaruh mengapa anak memutuskan tindakannya itu, yakni
peranan lingkungan rumah, khususnya peranan keluarga terhadap perkembangan
nilai-nilai moral anak, dapat disingkat sebagai berikut: • 1) Tingkah laku
orang di dalam (orangtua, saudara-saudara atau orang lain yang tinggal serumah)
berlaku sebagai suatu model kelakuan bagi anak melalui peniruan-peniruan yang
dapat diamatinya. • 2) Melalui pelarangan-pelarangan terhadap
perbuatan-perbuatan tidak baik, anjuran-anjuran untuk dilakukan terus terhadap
perbuatan-perbuatan yang baik misalnya melalui pujian dan hukuman. • 3) Melalui
hukuman-hukuman yang diberikan dengan tepat terhadap perbuatan-perbuatan yang
kurang baik atau kurang wajar diperlihatkan, si anak menyadari akan
kerugian-kerugian atau penderitaan-penderitaan akibat perbuatan-perbuatannya.
Lingkungan sekolah Intensifikasi dan
modifikasi dasar-dasar kepribadian dan pola-pola sikap untuk yang telah
diperoleh melalui pertumbuhan dan perkembangan akan dialami secara meluas
apabila si anak memasuki sekolah. Corak hubungan antara murid dengan guru atau
murid dengan murid, banyak mempengaruhi aspek-aspek kepribadian, termasuk
nilai-nilai moral yang tinggi bilamana kelompok itu sendiri sudah mempunyai
norma-norma yang baik pula.
Lingkungan teman-teman sebaya Makin
bertambah umur, si anak makin memperoleh kesempatan lebih luas untuk mengadakan
hubungan-hubungan dengan teman-teman bermain sebaya. Sekalipun dalam
kenyataannya perbedaan-perbedaan umur relatif besar tidak menjadi sebab tidak
adanya kemungkinan melakukan hubungan-hubungan dalam suasana bermain.
Makin kecil kelompoknya, dimana
hubungan-hubungan erat terjadi, makin besar pengaruh kelompok itu terhadap
anak, bila dibandingkan dengan kelompok itu terhadap anak, bila dibandingkan
dengan kelompok yang besar anggota-anggota kelompoknya tidak tetap.[1] Terkait
dengan tingkat perkembangan anak yang banyak ditentukan dan dipengaruhi
lingkungan sekitarnya, Abu Ahmadi, dalam bukunya “Psikologi Perkembangan”
menjelaskannya dengan teori interaksionisme.
Teori ini mengatakan bahwa
perkembangan jiwa atau perilaku banyak ditentukan oleh adanya proses dialektik
dengan lingkungannya. Adapun yang dimaksud dengan adanya dialektik dengan
lingkungan adalah bahwa perkembangan kognitif anak bukan merupakan sesuatu yang
lahir dengan sendirinya, tapi ini dipengaruhi oleh faktor lingkungannya.
Analisa lain terkait dengan perkembangan moral juga sempat disinggung oleh
Syamsu Yusuf LN, dalam bukunya “Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja”,
sebagai berikut:
a.
Konsistensi dalam mendidik anak
b.
Sikap orangtua dalam keluarga
c.
Penghayatan dan pengamalan agama yang dianut
d.
Sikap konsisten orangtua dalam menerapkan norma
Lingkungan
Sosial (non fisik) Pendidikan
Lingkungan sosial (non fisik) pendidikan sekolah sangatlah
luas.Mulai dari hubungan sosial dalam diri sekolah itu sendiri, hubungan sosial
dengan orang tua siswa, hubungan sekolah dengan petugas kesehatan,hubungan
sekolah dengan pengawas pendidikan, hubungan sekolahdengan pejabat pemerintah,
dan hubungan sekolah dengan masyarakatsekitarnya, semuanya mempunyai pengaruh
terhadap proses belajar mengajar.Lingkungan sosial yang terdapat dalam diri
sekolah itu sendiri ketika proses belajar mengajar adalah hubungan antara
kepala sekolah dengan guru, hubungan guru dengan guru, hubungan guru dengan
siswa, hubungan siswa dengan siswa, hubungan pegawai dengan pegawai dan
sebagainya.Hubungan harmonis harus tercipta diantara para personil sekolah
dalam rangka untuk menciptakan iklim sekolah yang positif. Intinya, kepada
bawahan dan siswa ingin mencerdaskan, memberikan kasih sayang sebagaimana orang
tua terhadap anaknya, dan memberikan perlindungan terhadap gangguan yang bisa
menghambat kelancaran proses belajar mengajar. Sekolah yang unggul pasti
dipimpin oleh kepemimpinan yang berpotensi tinggi.
Bagaimana
relevansi atau hubungan lingkungan hidup dengan lembaga pendidikan?
Sepintas
lalu, hubungan lingkungan hidup dengan lembaga pendidikan mungkin tidak nampak.
Namun kalau dipikirkan secara lebih mendalam, lingkungan hidup sebenarnya
merupakan konsep yang sangat relevan bagi lembaga pendidikan ditinjau dari
berbagai segi.
Pertama, dipandang dari segi luas, lembaga pendidikan hanya berarti dalam konteks lingkungan hidup. Pada intinya, lembaga pendidikan adalah proses yang menyangkut hubungan manusia dengan lingkungan sekitarnya. Tanpa lembaga pendidikan manusia jadi terpisah darilingkungan. Namun tanpa lingkungan, lembaga pendidikan menjadi kegiatan yang tidak relevan. Dengan kata lain, manusia membentuk lembaga pendidikan karena perlu mengadakan hubungan dengan lingkungannya, meskipun caranya berbeda tergantung lingkunganyang dihadapi, umpamanya dengan lingkungan sosial tertentu.
Pertama, dipandang dari segi luas, lembaga pendidikan hanya berarti dalam konteks lingkungan hidup. Pada intinya, lembaga pendidikan adalah proses yang menyangkut hubungan manusia dengan lingkungan sekitarnya. Tanpa lembaga pendidikan manusia jadi terpisah darilingkungan. Namun tanpa lingkungan, lembaga pendidikan menjadi kegiatan yang tidak relevan. Dengan kata lain, manusia membentuk lembaga pendidikan karena perlu mengadakan hubungan dengan lingkungannya, meskipun caranya berbeda tergantung lingkunganyang dihadapi, umpamanya dengan lingkungan sosial tertentu.
Kedua,
secara langsung atau tidak, sebagian besar lembaga pendidikan manusia
sebenarnya menyangkut atau bertitik tolak pada informasi tentang lingkungannya,
baik mengenai benda fisik dan komponen lingkungan itu. Prinsipnya yang mengatur
hubungan antara komponen tersebut, proses dan cara kerjanya, ataupun gagasan
dan keinginan yang ada dalam otak manusia mengenai bagaimana seharusnya
lingkungan itu.
Berkaitan
erat dengan ini adalah relevansi lingkungan yang ketiga, yaitu dari segi fungsi
lembaga pendidikan. Seperti yang dikemukakan banyak pakar, bahwa salah satu
fungsi penting lembaga pendidikan bagi manusia dalam masyarakat adalah
pengamatan lingkungan.
No comments:
Post a Comment
Silahkan tinggalkan komentar anda di bawah ini. No Spam ! No Sara !