KASUS
:
Kampung Kumuh Tak
Pernah Pupus
Senin, 30 April 2012, Sumber : shnews.co
JAKARTA – Kampung Apung, Kelurahan
Kapuk, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat menjadi salah satu contoh dari
sekian banyak perkampungan kumuh di Ibu Kota Jakarta.
Urbanisasi
menjadi asal muasal lahirnya perkampungan kumuh.
|
Yani, warga RT 10 RW 01 Kampung
Apung, masih ingat bagaimana suasana kampungnya di era 1980-an yang pernah
menjadi kampung terbaik tersebut. Menurutnya, pada tahun itu kampung yang
awalnya bernama Kampung Bulak Teko itu tidak pernah tersentuh genangan air.
Namun, sejak berdirinya puluhan pabrik yang mengapit kampungnya, saluran air
pun tidak berfungsi.
Menurutnya, warga sudah bosan
dengan janji-janji sejak Jakarta dipimpin Gubernur Surjadi Soedirja hingga kini
Gubernur Fauzi Bowo. ”Hingga kini penderitaan kampung kami belum berakhir. Kami
berharap siapa saja yang memimpin Jakarta dapat mengembalikan kondisi kampung
seperti semula,” tuturnya.
Lain lagi dengan cerita Mukhsin,
warga RW 08, Kelurahan Kali Anyar, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat. Kampungnya
menjadi kumuh akibat serbuan pendatang baru selepas Lebaran. Akibatnya,
Kelurahan Kali Anyar kini berpredikat sebagai kawasan terpadat di Asia
Tenggara. Menurutnya, “tumpukan” manusia memenuhi gang-gang sempit di sekitar
rumahnya sehingga menjadikan lingkungan sekitar terlihat kotor dan kumuh.
Dia menjelaskan, pada Lebaran
penduduk asli daerah tersebut terlihat jelas. “Baru pada saat itu, kampung kami
agak terlihat tertata,” ujarnya. Dia juga menambahkan, warga Kali Anyar
membutuhkan seorang gubernur yang tegas dan bisa menata dengan baik permukiman
mereka.
Sudin Perumahan dan Gedung Pemda
Jakarta Barat mencatat, luas permukiman kumuh di Jakarta Barat mencapai 449,50
hektare atau 3,37 persen dari total luas wilayah Jakarta Barat seluas 12.491,9
hektare. Jumlah penduduk yang hidup di permukiman kumuh mencapai 147.593 jiwa.
Sementara itu, jumlah RW kumuh
di Jakarta Barat sebanyak 95 RW dari total 578 RW yang ada di Jakarta Barat.
Predikat kecamatan yang paling banyak RW kumuhnya masih dimiliki Kecamatan
Tambora sebanyak 35 RW. Dari 95 RW yang masuk kategori kumuh, 19 RW Kumuh
sangat ringan, 18 RW kumuh ringan, 48 RW kumuh sedang, dam 10 RW kumuh berat.
Kepala Seksi Teknis Perencanaan
dan Permukiman Sudin Perumahan dan Gedung Pemda Jakarta Barat, Hendri, kepada
SH mengatakan, untuk mengatasi permukiman kumuh yang berada di Jakarta Barat,
pihaknya hanya berwenang memperbaiki keadaan jalan MHT dan saluran air di
pemukiman kumuh.
“Dalam Pemukiman kumuh itu,
tidak hanya ada masalah perumahan. Masalah sampah, pembuangan limbah, kepadatan
bangunan, dan penataan kota juga menjadi persoalan. Semua itu perlu kerja sama
antarinstansi. Kami tidak bisa bekerja sendiri,” tuturnya.
Untuk menekan jumlah permukiman
kumuh pihaknya pada 2012 berencana membangun rumah susun tepat di daerah Daan
Mogot, Kilometer 18. Dia menjelaskan, nantinya rumah susun akan dibuat empat
blok, yang masing-masing setiap bloknya terdapat 80–100 unit rumah.
Pengerjaannya rencananya akan selesai pada 2013.
ARGUMENTASI
:
Permasalahan kewilayahan tidak akan
pernah habis untuk dibahas, karena permasalahan kewilayahan merupakan permasalahan
yang sangat serius dimana permasalahan ini mempengaruhi segala aspek kehidupan
manusia di muka bumi ini.
Salah satu dari permasalahan
kewilayahan yang saya ambil adalah kawasan yang kumuh dan sempit. Meluasnya
kawasan kumuh merupakan permasalahan yang memerlukan perhatian khusus dari
Pemerintah. Ada banyak indikator-indikator yang menyebabkan meluasnya kawasan
kumuh seperti urbanisasi yang tak seimbang dengan luasnya daerah, pembangunan
pabrik industri yang dekat dengan rumah penduduk sehingga membuat daerah
menjadi kumuh dan kotor, serta tata kelola daerah yang kurang efektif.
Adanya
arus urbanisasi yang terjadi secara besar-besaran dari suatu wilayah ke wilayah
lainnya yang pada umumnya dari desa ke kota merupakan salah satu penyebab dari
keberadaan pemukiman kumuh. Alasan perpindahan penduduk ini adalah ingin
mengais rejeki dan mencari peruntungan di kota. Mungkin saja melihat tetangga
mereka yang tinggal di kota menjadi maju, sehingga mereka pun tertarik untuk ke
kota. Selain itu karena tata kelola pembangunan daerah yang tak merata artinya
kesejahteraan setiap daerah yang tak seimbang. Misalkan di desa mereka memiliki
tingkat kesejahteraan yang rendah dibandingkan di daerah perkotaan yang memiliki
tingkat kesejahteraannya lebih tinggi sehingga membuat mereka lebih tertarik
pindah ke kota.
Pada
kenyataannya, ternyata tidak semudah apa yang dibayangkan. Kehidupan di
perkotaan memiliki persaingan yang cukup ketat. Tanpa memiliki keahlian khusus
atau skill, maka akan sulit untuk
dapat bersaing dengan lainnya. Akibatnya mereka yang memiliki modal pas-pasan
banyak yang beralih pekerjaan ke sektor informal dan bagi mereka yang tak
memiliki modal atau tidak memiliki keahlian sama sekali akhirnya banyak beralih
melakukan kejahatan, sehingga tingkat kriminalitas di perkotaan menjadi
meningkat.
Luasan kawasan kumuh di ibukota
Jakarta cenderung terus meningkat setiap tahunnya sejalan dengan pertumbuhan
penduduk dan makin tidak terkendalinya pertumbuhan kota-kota besar yang menjadi
penarik meningkatnya arus migrasi ataupun urbanisasi. Selama
persoalan urbanisasi tidak mampu diatasi, selama itu pula permukiman kumuh
tetap akan menjadi masalah mengikuti lajunya pembangunan.
Untuk menangani masalah pemukiman kumuh tidaklah segampang
membalikkan telapak tangan. Hal tersebut dikarenakan laju pertumbuhan
pendudukan yang kian terus meningkat sehingga terjadinya lonjakan penduduk yang
meningkat akibatnya pada pemukiman penduduk menjadi lebih padat dan kumuh,
serta tata pengelolaan daerah yang kurang efektif sehingga membuat meningginya
urbanisasi. Setidaknya kita dapat mengatasi hal tersebut dengan cara kerjasama
antara pemerintah dan masyarakat itu sendiri, supaya memperoleh kesinambungan
yang signifikan.
Menurut saya, untuk menghadapi permasalahan-permasalahan tersebut
perlu dengan sebuah perencanaan yang matang guna menghindari terjadinya
kesalahan besar dengan mencari solusi-solusi yang tepat pada sasaran kinerja.
Ada beberapa solusi yang tepat untuk menangani masalah tersebut yaitu dengan
perencanaan untuk menata kembali pembangunan daerah yang lebih seimbang sehingga
tingkat kesejahteraan di daerah juga menjadi seimbang. Misalkan mengelola
pembangunan di daerah pedesaan yang lebih maju sehingga dapat memperkecil
urbanisasi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan tanpa perlu
pindah ke kota. Selain itu juga melaksanakan program KB (keluarga berencana)
untuk mengurangi lonjakan penduduk yang kian meningkat.
Selain
dari dua solusi di atas, ada juga solusi lain dimana perelokasian daerah
pemukiman kumuh itu sendiri. Dengan menggusur permukiman kumuh itu, dan
mengganti dengan rumah yang layak huni bagi mereka. Perumahan susun yang bisa
dibilang sebagai pengganti dari rumah-rumah mereka, belum bisa memadai. Hal ini
dikarenakan harga sewa dari rumah susun tersebut mahal, sehingga tidak
terjangkau oleh mereka. Selain itu, kebanyakan rumah-rumah susun yang ada sudah
dibeli oleh orang-orang yang mampu, lalu disewakan kembali. Jadi perlu adanya
campur tangan dari pemerintah untuk memberikan hunian yang layak untuk mereka
dengan catatan mendata mereka yang kurang mampu, dan pelarangan pembelian
rusun kepada orang-orang yang bisa dikatakan mampu.